BUAT ANAK BARU!!! HAHAHAHA…LUMAYAN LAH…

Ini adalah salah satu bahan buat PHI 1. Bagi teman-teman yang ingin membuat sesuatu hal yang berkaitan dengan Hubungan Internasional, bahasan di bawah ini bisa dijadikan sebuah sumber yang valid lho… So, jangan pusing lah ya dengan PHI 1. Easy koq… Nothing’s Impossible when you have a willingness to try to do ur best. Okeh2…

Di dalam Hubungan Internasional, bukan saja terdapat apa yang disebut dengan world politics atau isu-isu, tetapi juga hal-hal yang telah menjadi dasar atau fondasi dalam membangun istilah hubungan internasional itu sendiri. Konsep-konsep dan teori yang telah dibangun dalam ranah keilmuan ini telah menjadi salah satu sorotan bagi para pakar politik ataupun sejenisnya. Alat yang membawa ilmu hubungan internasional dan pemahaman akan politik dunia ke arah yang lebih rumit. Di bawah ini, akan dijelaskan beberapa konsep yang telah ada dalam hubungan internasional dan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan konsep-konsep tersebut.

POWER
Secara singkat, power dalam hubungan antarnegara dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan negara untuk mengontrol, atau setidaknya mempengaruhi, negara lain atau sebuah pengeluaran akan sebuah event. Dalam hal ini, ada dua hal penting yang harus diperhatikan, internal dan eksternal. Dimensi internal mencocokannya pada pengertian kamus dari power sebagai sebuah kapasitas dalam melakukan sesuatu. Sedangkan dimensi eksternal cocok pada definisi kamus dari power sebagai sebuah kapasitas untuk mengatur kelakuan dari manusia, untuk mempertahankan pelaksanaan sesuatu.
Power sendiri adalah konsep utama yang dikemukakan oleh kaum realis. Sejumlah kaum realis memahami power sebagai jumlah atau hasil dari militer, ekonomi, teknologi, hubungan diplomatik dan kemampuan lainnya dalam pengaturan negara. Kaum realis menganggap bahwa power ada untuk menjaga keamanan dalam negaranya, khususnya bidang keamanan, dengan tujuan untuk mencapai atau mempertahankan atau meningkatkan kepentingan nasionalnya saja.
Keberadaan konsep power dalam sistem internasional telah menuntut setiap negara untuk meningkatkan terus eksistensi mereka dalam dunia internasional. Dari sini, akan muncul hubungan power dalam sistem internasional yang menjadikan awal mula terbentuknya sistem polar atau kutub dalam politik dunia.
Ada empat tipe dari sistem polar ini. Pertama, unipolar system yang mengedepankan sebuah konsep dari adanya kekuatan satu negara yang tidak tertandingi dan pada akhirnya menciptakan hegemoninya di seluruh dunia. Kedua, bipolar system. Layaknya dua kalajengking yang ditempatkan dalam satu botol, konsep bipolar ini pun hampir sama dengan analogi tersebut. Kedua kalajengking akan saling beradu satu sama lain dan pada akhirnya akan ada salah satu dari mereka yang akan muncul sebagai pemenang. Hal tersebut juga terjadi antara negara-negara yang memiliki kemampuan untuk melakukannya. Contoh kejadian bipolar ini terjadi pada masa Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Ketiga, tripolar system di mana satu negara muncul di tengah-tengah dua negara untuk mencegah terjadinya sebuah hubungan diplomatik karena dirasa akan menimbulkan ketidakuntungan yang besar bagi negara pencegah maupun negara lainnya. Dan keempat adalah multipolar di mana banyak negara-negara dengan power yang besar melakukan tindakan untuk berlomba menjadi pusat kutub.

SECURITY
Konsep ini muncul setelah konsep power itu sendiri muncul. Security atau keamanan adalah sesuatu yang menjadi tempat pertahanan bagi suatu negara untuk mempertahankan kedaulatan dan kepentingan nasionalnya. Kaum realis, seperti yang telah disebutkan, adalah kaum yang paling menjunjung tinggi konsep keamanan ini. Bagi mereka, negara adalah aktor paling penting karena negaralah yang menjaga kedaulatan mereka. Perhatian khusus pada konsep anarkhi telah membuat kaum ini benar-benar menginginkan sebuah kekuasaan mutlak terhadap negara.
Namun ternyata, fakta telah berkata lain. ’Anarkhi’ yang telah mereka junjung tinggi itu telah menjadi bumerang bagi kaum ini. Konsep yang mengusung keadaan kacau itu didaulat sebagai penyebab ketidakamanan dunia. Di sinilah kaum realis harus memutar otak untuk memunculkan konsep baru, yang akhirnya berujung pada kemunculan aliansi dan memunculkan konsep liberalisme, kerja sama, walaupun tidak secara sempurna diimplementasikan.
Militer menjadi fondasi utama dalam konsep keamanan ini. Peningkatan yang dilakukan di bidang ini akan menimbulkan sebuah keadaan security dillema bagi setiap negara yang akhirnya berujung pada perlombaan senjata yang dilakukan.

PEACE DAN JUSTICE
Sekarang ini, kita dalam posisi yang sulit dalam pemikiran bahwa keadilan adalah sesuatu yang vital, tetapi tidak menjadi suatu kepastian bagaimana membuang keadilan dari ketidakadilan dalam karakter kita, institusi atau aksi, atau dalam dunia secara global.
Masalah dalam ketidakpastian fundamental ini telah meninspirasikan refleksi para filsuf tentang keadilan, sama seperti topik lainnya. Apa yang dimaksud dengan keadilan secara pasti, dan apakah keadilan menuntut setiap individu dan masyarakat, ada di antara pertanyaan-pertanyaan filosofis yang paling tua dan paling diperdebatkan.
Dapat digambarkan bahwa keadilan sebagai sebuah bentuk properti manusia. Sumber keadilan yang dipikirkan mungkin ditujukan untuk menjadi harmoni, tanggapan tentang Tuhan, hukum alam, atau kreativitas manusia, atau hal itu mungkin dipikirkan dengan tujuan untuk menjadi sesuatu yang subordinatif kepada sebuah etika standar yang lebih terpusat.
Keadilan dalam politik merupakan konsep yang banyak diperdebatkan. Perdebatan terkenal dari kemunculan konsep ini adalah perbedaan pendapat dari dua orang filsuf terkenal yaitu Rawls dan Nozick. Yang diperdebatkan adalah mengenai masalah yang sering muncul tentang pengertian keadilan. Pertama Rawls menulis A Theory of Justice (1971) kemudian Nozick menulis Anarchies, State and Utopia (1974). Dalam bukunya, Rawls menganalisis pembentukan masyarakat sebagai salah satu bentuk dari keadilan dari kerjasama sosial. Dalam analisisnya, keadilan menurut Rawls memiliki dua dasar yang diutamakan yang pertama menjadi prioritas yang kedua. Dasar yang pertama adalah semua orang mempunyai hak dalam keadilan dan yang kedua adalah hak-hak keadilan dalam sosial dan ekonomi akan diatur oleh negara, agar semuanya mendapatkan keadilan yang sesuai. Pandangan ini kemudian dinamakan Keadilan Distributif. Prinsipnya adalah memberikan keadilan pada seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat dan kemampuan yang dimilikinya. Pandangan inilah yang membuat Nozick mengecam pendapat Rawls. Menurut Nozick, hak-hak dalam masyarakat tidak dapat dipisahkan karena masyarakat pasti akan selalu berinteraksi. Tidak seharusnya hak-hak warga negara dipisah dan dibedakan. Semuanya harus memiliki hak yang sama. Sedangkan di sisi lain, negara sebagai penentu keadilan terkesan membatasi warganya untuk dapat mengeksplorasi dirinya sebagai akibat dari pembatasan hak sesuai kedudukannya.
Pandangan Rawls dan Nozick memiliki perbedaan. Dalam melihat kedudukan individu, Rawls menginginkan bahwa keadilan didistribusikan agar tidak terjadi ketimpangan sosial sedangkan Nozick menilai keadilan tersebut secara individualistik dan bahwa manusia seharusnya diberi kebebasan dalam keadilan tersebut. Menurut Nozick, yang paling utama adalah hak-hak individu. Di sinilah Nozick lebih mengutamakan pandangannya akan hak individu di mana ketika negara ikut campur ke dalamnya, maka hak-hak individu itu akan berkurang.
Dalam hubungan internasional, keadilan sangat dibutuhkan disegala bidang. hubungan internasional yang berhubungan dengan setiap individu yang ada. Seluruh dunia menggunakan justice atau keadilan sebagai salah satu upaya dalam menciptakan keamanan dan ketertiban dunia. Dari sini, dapat diambil contoh dari setiap permasalahan internasional yang terjadi sekarang ini. Tak ada lagi yang disebut dengan keadilan dan kedamaian. Di Darfur, Sudan, telah terjadi kekerasan yang telah merenggut banyak nyawa yang tidak bersalah. Darfur yang kini menjadi tempat paling horor dan paling berbahaya di dunia itu tidak lagi layak menjadi tempat hidup dan tumbuh berkembangnya suatu peradaban. Konflik intern yang sedang di hadapi Sudan sudah dapat dijadikan bukti bahwa di masa modern ini, masih saja banyak individu yang bersikap layaknya manusia primitif yang tidak lagi memikirkan apa risiko dan akibat yang akan diderita dari apa yang mereka lakukan.

Leave a comment